daftar isi

Wayang Masterpiece Indonesia yang Tak Lekang Zaman




Malam itu di abad ke XIV di sebuah desa Cirebon, Jawa Barat, terlihat warga beduyun duyun mendatangi halaman pendopo desa. Seorang pria dengan berpakaian sorban dan diiringin sejumlah orang terlihat mulai menggerakkan sebuah benda yang berada di balik layar besar.

Iya sebuah pertujukan seni wayang ternyata sedang digelar di desa tersebut. Namun alur cerita Mahabarata yang biasa jadi bahan wayang tidak digunakan, sang dalang justeru menyisipkan ajaran-ajaran Islam.

Dia mengangkat kisah-kisah karangan dengan menyajikan kata-kata mutiara yang bukan saja untuk persembahyangan, meditasi, pendidikan, pengetahuan, hiburan, tetapi juga menyediakan fantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan menyajikan imajinasi puitis untuk petuah-petuah religius yang mampu mempesona, serta menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya.



Wayang dibuat sebagai cermin bagi kehidupan manusia, perwatakan manusia yang berbeda-beda digambarkan oleh wayang baik yang sedang dijejer. Bahkan para penonton tidak dipungut bayaran untuk menonton atraksi tersebut.


Mereka cukup mengucapkan kalimat syahadat yakni mengucapkan sumpah pengakuaan “Bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan mengakui bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

Dalang tersebut adalah Raden Said atau biasa dikenal dengan Sunan Kalijaga. Dalam setiap pementasannya, Sunan Kalijaga mengajak kepada seluruh masyarakat untuk mengurangi perbutan Syirik dan setia kepada ajaran Islam.

Lewat sarana itulah Sunan kalijaga berhasil menyebarkan agama Islam di seluruh bumi Jawa. Wayang dinilai sebagai media dakwah yang efektif dapat mendekatkan dan menarik simpati rakyat terhadap agama. Kemampuan Sunan Kalijaga dalam mendalang (memainkan wayang) begitu memikat, sehingga terkenal berbagai nama samaran baginya di berbagai daearah.

Ketika mendalang di daerah Padjajaran, Sunan dikenal dengan nama Ki Dalang Sidabrangti. Jika di Tegal dikenal menjadi Ki Dalang Bengkok, dan apabila mendalang di daerah Purbalingga terkenal dengan nama Ki Dalang Kumendung.

Di dunia kesenian wayang, Sunan Kalijaga dipandang sebagai tokoh yang telah menghasilkan kreasi baru, yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala perangkat gamelannya sejak zaman Raden Patah, yang bertahta di Demak.

Awal perkembangannya, lukisan wayang menyerupai bentuk manusia sebagaimana yang terdapat pada relief candi panataran di daerah Blitar. Lukisan yang mirip manusia oleh sebagian ulama dinilai bertentangan dengan Syariat.

Sunan kalijaga kemudian menyiasatinya dengan mengubah dari lukisan yang menghadap menjadi miring. Dengan mengubah bentuk dan lukisan wayang berbeda dengan bentuk manusia sesungguhnya, maka tidak ada alasan lagi untuk menuduh bahwa wujud wayang melanggar hukum fiqih Islam.

Selain itu atas saran para Wali Sunan Kalijaga juga membuat tokoh semar, petruk, gareng, dan bagong sebagai tokoh panakawan yang lucu. Kadangkala, dia menggunakan tokoh bancak dan doyok.



Dalam perkembangannya wayang terbagi menjadi dua yakni wayang kulit dan wayang golek. Namun seiring zaman, kisah wayang dimainkan oleh orang dan biasa dikenal dengan wayang wong (dalam bahasa Indonesia yakni artinya orang).

Dalam aplikasi di zaman modern kisah wayang terus mendapat modifikasi. Unsur cerita juga tidak melulu membahas soal kisah para raja dan kekuasaan, namun bertutur mengenai kehidupan sehari-hari.

Salah satunya yakni pertunjukan “Opera Van Java” yang ditayangan salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Pertunjukan tersebut merupakan modifikasi dari wayang orang.

Tidak hanya unsur cerita, namun pakaian yang dikenakannya pun tidak memakai pakaian khas wayang. Wajar saja wayang yang kini melekat di masyarakat tak pernah lekang oleh zaman.

Para seniman-seniman baru berdatangan dan mencoba menciptakan karya-karya yang unik. Ini menjadi suatu tantangan bagi pemerintah untuk melestarikan wayang.

Seperti yang dilakukan Ray Sahetapy. **** putra kelahiran Minahasa mengaku sangat bersemangat mempelajari wayang yang dipelajari dari istrinya, Sri Respatini.

“Istri saya kan Jawa. Saya belajar dari dia dan saya selama tiga bulan ini mengadakan perjalanan ke raja-raja Mataram. Saya ikuti itu hingga ketika saya pentas,” papar Ray ditemui okezone.

Ketertarikan ikut bemain wayang berawal dari niat Ray untuk mengangkat budaya yang sangat dekat dengan masyarakat Pulau Jawa. “Ini kesempatan buat aktor seperti saya yang budayanya dari Saparua, Minahasa,” urainya.

Sebagai seniman, Ray ingin kebudayaan bisa diikat dengan kehausan, kelembutan, dan kebebasan untuk mengembangkan budaya yang sudah ada. Saat memainkan wayang pun, menurut Ray, seorang aktor harus memerankan karakter secara kuat.

Meski demikian, tantangan wayang tak luput dari munculnya budaya barat yang masuk ke Indonesia. Sebagian anak muda justru lebih senang menontot film di bioskop ketimbang menontot wayang.

Padahal jika mereka mengetahui, cerita wayang lebih memiliki makna yang religius dan mengandung moral. Ini juga menjadi tantangan kita semua untuk semakin memperkenalkan wayang ke anak dan cucu kita.

Peninggalan sejarah ini memang harus mendapat perhatian luas dari segala lapisan. Pasalnya sejumlah wayang yang ditaksir peninggalan sejumlah kerajaan juga terancam punah dan tangan-tangan jahil.

Kepada okezone beberapa waktu lalu, Museum Ronggowarsito Semarang, Jawa Tengah, mengaku mengalami kesulitan dana untuk merawat koleksi langka mereka.

Ir YM Kussunartini, staff Pengkajian dan Pelestarian yang bertugas di Museum Ronggowarsito, mengatakan untuk merawat koleksi wayang tersebut harus dilakukan fumigasi, yaitu satu proses kimiawi yang akan menghambat terjadinya jamur pada wayang

Idealnya proses fumigasi ini dilakukan pada satu benda koleksi bahan organik 6 bulan sekali. Lantaran minimnya dana yang tersedia, maka di Museum Ronggowarsito Semarang ini hanya dilakukan satu tahun sekali.

Bahan Thymol yang digunakan untuk pengawetan wayang harganya sangat fantastis meskipun barang tersebut mudah dicari.

Kesulitan yang dihadapi oleh Museum Ronggowarsito memang bisa dipahami karena koleksi yang dimiliki memang sangat banyak. Termasuk satu set wayang kulit cerita Kidang Kencana yang berasal dari zaman Mangkunegara IV.

Selama ini, menurut Kussunartini, banyak kolektor wayang kuno dan dalang-dalang yang tidak memperlakukan fumigasi pada wayangnya. Untuk mengawetkan mereka biasanya hanya menjemur di bawah terik matahari serta memberi akar wangi.

"Tapi kalau ada dalang atau kolektor yang meminta agar koleksi wayang kunonya dilakukan fumigasi, kami dengan senang hati akan melakukannya secara gratis," jelas Kussunartini.



Meski demikian mendapat berbagai tantangan, eksistensi wayang di kancah internasional telah mendapat pengakuan. Salah satunya pengakuan UNESCO pada 7 November 2003 lalu, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).




Sumber:
1. Wikipedia
2. Sejarah Sunan Kalijaga
3. khukus.multiply.com
4. Okezone

Posting Komentar

 

Copyright © 2011 Unik Ajaib | Powered by Blogger | Template by 54BLOGGER